Showing posts with label Musik. Show all posts
Showing posts with label Musik. Show all posts

Friday 25 May 2018

Mendengarkan "Aphrodites" Dari Bananach


Kalau ngomongin soal kaum Hawa yang punya profesi--baik sampingan maupun utama--sebagai musisi, yang ada di kepala saya pertama kali adalah, "lagunya pasti melow dan mendayu-dayu". Setuju gak? Saya tau, kalau gak semua musisi wanita itu karyanya melulu soal cinta dan galau semata. Kayak band asal kota kembang yang satu ini, nih. Namanya Bananach.

Band yang berpersonil Karina (vokal), Mojan (gitar), Azni (gitar), dan Fay (drum) ini menawarkan musik yang berbeda dengan musisi (lokal) wanita kebanyakan. Coba saja dengar single perdana mereka yang berjudul, "Aphrodites", anda pasti akan menemukan sendiri perbedaannya.



Tapi sebenarnya yang lebih keren dari semua itu adalah, lagu ini punya pesan satir untuk pendengarnya, khususnya para perempuan yang termakan konsumerisme merk dan berhala duniawi. Keren, kan? Sekarang, coba anda sebutkan, di era sekarang ini, berapa banyak musisi perempuan dalam negeri yang karyanya berbicara soal kritik sosial? Cuma sedikit? Atau justru anda kebingungan? Haha. Jadi tidak salah, kan, kalau saya bilang Bananach ini adalah band lokal yang cukup keren?

Hmm.. apa lagi ya? Ah, saya gak tau lagi mau nulis apa. Intinya, Bananach ini band keren yang patut ditunggu kehadirannya, baik album maupun penampilan langsungnya di atas panggung. Tapi yang pertama dan pasti saya tunggu-tunggu adalah kelahiran albumnya. Hehehe.

Semoga sukses dan lekas menjadi besar, Bananach.

Tuesday 20 February 2018

Tentang Acara Musik di Televisi

carmencitta.me


Di era milenial ini, televisi bukan lagi menjadi pilihan saya untuk mengisi waktu luang di rumah. Saya lebih sering menghabiskan waktu duduk di depan laptop dan menonton video di Youtube atau streaming film yang sudah tidak tayang di bioskop.

Entah kapan terakhir kali saya sibuk berada di depan tv hingga lupa waktu. Mungkin waktu kecil dulu, ketika film kartun masih banyak tayang di Minggu pagi. Ya, tayangan televisi kini sudah kurang menghibur. Informatif? Mungkin masih banyak. Tapi tayangan hiburan di televisi kini sudah minim sekali. Terlebih acara musik, yang juga sudah tidak lagi menarik dari segi manapun. Kalau dulu, saya cukup senang menyaksikan MTV Ampuh dan menunggu siapa yang berada di chart pertamanya. Tapi setelah itu, rasanya hampir tidak ada program musik berkualitas di televisi. Kecuali RadioShow TV One.

RadioShow TV One adalah salah satu program televisi yang saya favoritkan. Kenapa? Karena cuma mereka yang berani mengundang band-band lokal keren, yang stasiun tv manapun, mungkin, tidak akan pernah mau mengundang mereka. Efek Rumah Kaca, Besok Bubar, Burgerkill, The SIGIT, Deadsquad, White Shoes & The Couples Company, dan The Upstairs adalah segelintir band yang pernah mengisi program acara tersebut. Tidak heran jika RadioShow digemari banyak anak muda pada waktu itu karena musisi-musisi yang tampil live di sana beragam genre musiknya.

Selain RadioShow, salah satu program tv lain yang menarik menurut saya adalah Tonight Show. Salah satu program dari NET TV yang sepertinya, sedikit banyak mengadopsi dari The Tonight Show Starring Jimmy Fallon.


zulu.id


Tonight Show NET memang bukan program acara seperti RadioShow. Tapi keduanya punya kesamaan, yaitu berani mengundang band-band indie tanah air. Kenapa saya bisa mengatakan mereka berani? Karena pada dasarnya, mayoritas stasiun televisi pasti mengincar rating. Jika sebuah program acara, yang nirfaedah sekalipun, namun banyak ditonton orang, tentu ratingnya akan tinggi, dan itu menjadi keuntungan bagi acara dan stasiun televisinya. Jika melihat dari segi program hiburan—dalam hal ini musik—tentu stasiun televisi lain pada umumnya lebih memilih untuk mengundang band-band pop tanah air yang sudah bisa dipastikan masuk di telinga banyak orang.

Tapi sepertinya, baik RadioShow maupun Tonight Show, keduanya tidak terlalu memikirkan tinggi rendahnya rating. Itu yang patut diapresiasi dari keduanya. Selain itu, kedua acara tersebut juga berjalan dengan semestinya dan tidak merubah haluan. Ya, seperti yang kita tahu, beberapa stasiun televisi awalnya membuat sebuah program acara yang berbau musik. Namun seiring berjalannya waktu, dengan menggunakan nama program yang masih sama, acara tersebut berubah 180 derajat dan diisi dengan olok-olokkan antar pembawa acara serta pembahasan mengenai kehidupan pribadi mereka yang sejujurnya sangat tidak penting.


Apakah tulisan ini penting? Tergantung bagaimana Anda yang menilainya.

Friday 7 April 2017

Live Review: Huruhara Vol.3

John Paul Patton (KPR). Foto oleh: Bayu Pradhana

Rabu (5/4) kemarin sekitar pukul 8 malam, pintu masuk Eastern Promise, Kemang, Jakarta dipenuhi pemuda-pemuda yang mayoritas berkaos hitam. Mereka menunggu terbukanya pintu Eastern Promise, yang merupakan tempat penyelenggaraan acara Huruhara Vol. 3. Kali ini, Berita Angkasa dan Kelompok Penerbang Roket (KPR) mengajak sekelompok orang tua yang menamai diri sebagai Orkes Moral Pengantar Minum Racun (OM PMR). Sebuah band bergenre komedi, yang selalu bisa membuat penonton bergoyang dan ikut bernyanyi.

Sekitar pukul 20:40, pintu Eastern Promise mulai dibuka seiring bertambahnya massa yang semakin bertambah—padahal pada flyer dikatakan bahwa open gate dilakukan pukul 8 malam. Disengaja? Bisa saja, mengingat orang Indonesia erat kaitannya dengan “jam karet”.

Si empunya acara pun naik ke atas panggung satu-persatu ketika MC selesai dengan tugasnya. Dimulai dari Viki (drum), lalu disusul Coki (bass/vokal), dan yang terakhir Rey (gitar). Intro pun mulai berkumandang dan disusul lagu pamungkas pembangkit amarah, “Anjing Jalanan”. Penonton mulai bergoyang kesana-kemari, melakukan stage diving, dan bernyanyi bersama.

Namun ada saja kesalahan teknis yang terjadi tanpa diduga-duga. Tetiba saja gitar Rey mati ketika lagu “Beringin Tua” baru saja dimulai. Dengan sigap, Coki dan Viki yang mengetahui hal itu terpaksa ber-improvisasi sembari menunggu gitar Rey kembali hidup. Selang beberapa lama, gitar kembali menyala dan KPR memulai kembali aksinya.

Lagu-lagu baru seperti “Loba” dan “Berita Angkasa” ikut serta dalam setlist mereka. Ada pula lagu yang jarang dan belum pernah mereka mainkan, seperti “Let’s Us Dance” dari album kedua mereka yang bertajuk HAAI, dan “Jimi Hendrikoes” yang merupakan lagu eceran mereka dan hanya tersedia dalam format kaset.

Seperti yang biasa dilakukan di acara Huruhara, menjelang lagu terakhir, KPR dan band tamunya harus bertukar satu lagu untuk dimainkan. Lagu “Malam Jum’at Kliwon” milik OM PMR menjadi pilihan KPR dan dibawakan dengan gaya rock khas KPR. Penampilan pun ditutup dengan lagu pamungkas lain dari album perdana Teriakan Bocah, “Mati Muda”.

Kini giliran Joni Iskandar cs yang membawa kesenangan ke Eastern Promise. Membuka penampilan mereka seperti biasa dengan menyanyikan lagu “Indonesia Raya” bersama-sama, lalu disusul dengan lagu “Bintangku Bintangmu. Eastern Promise seketika menjadi tempat dangdutan dengan panggung yang mulai diisi tidak hanya para personel OM PMR, melainkan juga beberapa penonton yang berada di garda terdepan naik. Hal itu tentu membuat kesal beberapa penonton yang berada di barisan belakang dengan makian yang tertuju pada para penonton di atas panggung itu. Tapi acara tetap berjalan lancar, meski ada saja penonton yang harus rela kehilangan handphonenya.

Lagu “Dimana Merdeka” menjadi pilihan OM PMR dan diubahnya menjadi versi dangdut khas mereka. Semua penonton menikmati termasuk para personil KPR itu sendiri. Di penghujung penampilannya, lagu “Judul-Judulan” menutup perjumpaan rock dan dangdut pada malam hari itu.


Sebuah malam yang panjang dengan wajah puas dari para penonton yang hadir saat itu.

Friday 19 August 2016

Ampera Ria Safari dan Pengalaman Menonton Konser Musik

source: rollingstone.co.id

Pada bulan Mei 2016 silam, Rolling Stone Indonesia mengadakan sebuah acara bertajuk Ampera Ria Safari. Acara tersebut digelar di Rolling Stone Café, Jakarta Selatan, dalam rangka merayakan hari ulang tahunnya yang ke-11.

Acara yang dimulai pukul 13.00 itu, dimeriahkan oleh musisi-musisi Tanah Air yang berkualitas, seperti Scaller, The Adams, Seringai, Kelompok Penerbang Roket, The SIGIT, Isyana Sarasvati, dan dua DJ yang memainkan musik lawas pilihan; Irama Nusantara dan Diskopantera.

Waktu itu, band yang membuat gue penasaran adalah Scaller, karena gue cuma sering menontonnya di Youtube dan belum pernah menyaksikannya secara live. Tapi karena ada kendala dari pihak penjual tiket, jadi gue gak bisa menyaksikan Scaller dan baru bisa menikmati acara tersebut sehabis maghrib, yaitu saat KPR manggung. Itu juga akhirnya gue beli FDC di Rolling Stone Cafénya. Sebelumnya, gue cuma bisa menyaksikan acaranya dari luar. Kebetulan, dari luar gue bisa melihat siapa yang lagi manggung dan sedikitnya tau kayak gimana keseruan acaranya.

Ya, meskipun hitungannya gue terlambat, tapi secara keseluruhan gue menikmati acaranya. Apalagi rundown yang dibuat cukup keren menurut gue. Gimana nggak, trio band yang memainkan musik keras, berurutan di rundownnya. Setelah Seringai manggung, band selanjutnya ada KPR, lalu disusul oleh The SIGIT. Untungnya, ada jeda adzan maghrib setelah Seringai. Jadi para lelaki agak beringas di sana bisa beristirahat dulu sejenak. Lain halnya ya, dengan acara-acara seperti Hammersonic. Acara itu sepertinya memang diadakan untuk mereka-mereka yang udah beringas sejak lahir. Hehe.

Itu aja, sih, sedikit cerita tentang pengalaman gue menonton konser musik.

Kalau lo, ada gak, pengalaman seru atau yang gak akan lo lupakan selama menonton konser musik? :)

Saturday 28 May 2016

Nyanyian Kerdil

Gue beruntung bisa dilahirkan di era 90-an. Era dimana gue sibuk bermain bersama teman-teman di luar rumah. Seperti main gundu, bola, galaksin, petak umpet, tamiya, beyblade, tajos (gimana sih tulisannya?), dan hal-hal lain yang 'sejujurnya', tidak gue temukan pada anak-anak di era sekarang.

Mungkin benar, jaman terus berkembang seiring berjalannya waktu. Seperti sekarang aja, kita sudah sampai di era modern yang semua orang menginginkan segalanya bisa dilakukan dengan mudah dan cepat. Atau lebih pendeknya lagi, gak ribet.

Hampir semua yang kita inginkan bisa dilakukan hanya dengan menggunakan gadget. Kita cuma butuh internet, dan sebagian dari yang kita inginkan bisa terpenuhi dengan mudah. Contohnya, bertukar kabar dengan keluarga atau temen-temen yang jauh disana, belanja online, mencari informasi di masa lampau atau berita yang saat ini sedang banyak diperbincangkan, dan lain sebagainya.

Untuk belajar pun, sekarang gak perlu susah-susah nyari dari satu halaman ke halaman lain di sebuah buku. Sekarang sudah ada google, semua jadi lebih gampang. Dulu, waktu gue SMP, gue pengen banget bisa main gitar. Karena gue belum punya gitar saat itu, jadi gue harus pinjem dulu ke tetangga gue. Setelah itu, ya gue harus belajar dari orang yang udah bisa, atau beli buku yang isinya chord-chord gitar dan lagu-lagu beserta chordnya untuk latihan. Iya. Internet saat itu belum seperti sekarang ini.

Kalau sekarang? Udah ada youtube. Tinggal cari lagu apa yang mau kita pelajarin, terus ikutin tutorialnya. Gampang. Hampir semua lagu yang mau kita cari, ada di situ. Dari band-band yang sekarang udah bubar atau personelnya udah gak ada semua, sampai yang baru-baru muncul sekarang-sekarang ini.

Nah, tapi ada satu pertanyaan yang muncul di benak gue: kenapa lagu anak-anak sekarang udah gak ada?




Maksudnya begini. Di jaman modern seperti sekarang, lalu dengan banyaknya musisi-musisi baru yang bermunculan, kenapa gak ada satupun orang yang menciptakan lagu untuk anak-anak? Gue bukan musisi atau orang yang berkecimpung di dunia musik. Jadi untuk masalah itu, sepertinya bukan hal yang gampang buat gue. Tapi dimana mereka? Dimana para penerus Papa T. Bob dan kawan-kawannya? Gimana gak banyak anak-anak kecil yang nyanyi cinta-cintaan, kalau lagu untuk anak-anak di jaman sekarang aja udah gak ada?


Ya, gue sih cuma bisa berharap aja. Dengan banyaknya musisi berkualitas di Indonesia, bisa memunculkan kembali penerus Joshua dan Tina Toon di masa yang akan datang. Hehe.

Friday 29 April 2016

Review Single Terbaru Blink-182 "Bored To Death"


Blink-182 adalah sebuah band beraliran pop-punk yang sekarang beranggotakan trio Mark Hoppus (bass,vokal), Travis Barker (drum), dan Matt Skiba (gitar,vokal). Sebelumnya, Blink-182 digawangi oleh Mark Hoppus, Tom DeLonge, dan Scott Raynor. Lalu posisi Scott Raynor digantikan oleh Travis Barker sebagai drummer. Begitu juga dengan Tom DeLonge. Posisinya sebagai gitaris dan vokalis, sekarang digantikan oleh Matt Skiba (pentolan Alkaline Trio).

Gue mulai mendengarkan lagu-lagu mereka dari masih berseragam putih-merah, sampai sekarang gue udah punya bulu ketek. Dan tanggal 27 April 2016 kemarin, mereka merilis single terbaru mereka yang berjudul "Bored To Death".

Gue sempat mikir, "gimana, ya, jadinya Blink-182 tanpa Tom DeLonge?" "berubah gak, ya, genre mereka?"

Waktu single "Bored To Death" muncul di youtube, tanpa pikir panjang, gue langsung buka laptop dan dengerin lagunya. Malah, gue ulang terus. Hahaha.

Kalau menurut gue, sih, gak ada yang berubah dari mereka. Genrenya masih sama kayak dulu. Matt Skiba juga gak mengecewakan. Terus kalau didengerin, suara Matt Skiba sama Mark Hoppus rada-rada mirip gitu. Iya gak, sih?

Intinya, sih, lagunya keren. Mereka gak kehilangan jiwa punk mereka. Tinggal tunggu aja, kapan mereka mau adain tour ke Indonesia. Hehe.



Foto: consequenceofsound.net

Thursday 28 April 2016

Musik Lo Dianggap Tidak Jelas? Gak Usah Minder!


Beberapa orang, tepatnya mereka yang ingin menjadi musisi, mungkin lebih memilih untuk memainkan musik mainstream dengan alasan karena pasti disukai banyak orang. Tapi, tidak sedikit juga yang memilih untuk memainkan musik yang bisa dibilang, anti-mainstream, karena memang selera musik mereka berada di sana.

Di tulisan gue kali ini, gue mau membahas sedikit soal yang terakhir tadi. Soal mereka, yang memainkan musik anti-mainstream dan dianggap musik mereka tidak jelas oleh banyak orang.

Mungkin, selera musik lo berbeda dengan kebanyakan temen-temen lo. Mungkin mereka gak suka dengan lagu-lagu yang udah lo dan band lo buat. Tapi meski begitu, lo gak boleh berhenti di tengah jalan. Lo gak boleh putus asa. Kenapa? Karena jelas, kuping orang itu beda-beda. Sama halnya dengan makanan. Mungkin lo suka makan sayur asem, tapi gue nggak. Mungkin lo gak suka makan bakso, tapi gue suka. Kayak gitu aja.

Apalagi, sekarang ini kita berada di era digital. Semua serba dimudahkan sama yang namanya internet. Nah, gunakan tuh internet semaksimal mungkin. Bikin fanpage di facebook, bikin akun twitter, instagram, soundcloud, dan temen-temennya yang lain deh pokoknya. Share karya lo di sana. Yang namanya rejeki, gak ada yang tau kan? Karena sekarang orang lebih banyak bergelut di dunia maya, jadi kemungkinan besar karya lo bisa dilirik orang, ya, dengan cara share ke social media. Kalau temen-temen deket lo kurang suka dengan musik lo, mungkin di dunia maya lo akan menemukan yang "serasi" selera musiknya dengan lo. Yegak?

Kok kesannya gue kayak ngajarin, ya?

Hahaha. Nggak, kok. Gue bukan sok ngajarin. Tapi gue mencoba untuk memberikan semangat buat lo yang lagi berjuang untuk masuk ke dalam ranah dunia permusikkan. Kalau lo nggak merasa dikasih semangat sama gue, yaudah, gapapa. Namanya juga usaha.

Pokoknya, semangat terus, deh! Kalau lo punya lagu dan butuh kritik-saran, gue siap kok. Kirim aja ke sini: bayupradhana28@gmail.com
Pasti gue masukin kok ke blog ini. Kalem.

Foto: xlr8r.com

Wednesday 30 December 2015

Kepala Motor

imotorhead.com


Tanggal 28 Desember kemarin, frontman Motörhead, Lemmy Kilmister meninggal dunia. Para metalhead di seluruh dunia mungkin sedang berduka saat ini. Menurut CNN Indonesia, Lemmy terkena penyakit kanker ganas pada tanggal 26 Desember lalu, dan sempat melakukan pembedahan dan menggunakan alat pacu jantung pada tahun 2013 kemarin.

Mungkin gue memang bukan penggemar berat Motörhead seperti kebanyakan orang yang menyukai aliran musik Heavy Metal. Tapi setidaknya, gue tau beberapa lagu dari Motörhead seperti Ace of Spades dan Overkill. Ya, cuma itu yang gue tau. He he he.

Gue memang tidak pernah fanatik dalam menyukai sesuatu. Seperti halnya, musik. Gue memang suka dengan lagu-lagu bernuansa 'kencang' yang kebanyakan orang mungkin akan berkata begini ketika mendengarkannya: "lagu apaan sih ini? teriak-teriak gak jelas." Tapi gue gak pernah sampai hafal semua lagu atau daleman (baca: sejarah) 'mereka' dari awal terbentuk hingga sekarang. Yup, seperti kebanyakan orang lainnya, gue hanya penikmat musik, bukan penggila musik.

Oke. Sebagai penutup dari tulisan yang rancu ini, gue harap nanti akan ada pengganti atau penerus Lemmy yang tidak kalah kencang-nya, dan juga, karya-karya dari Lemmy Kilmister tetap abadi sampai kapanpun.

Rock In Peace, Lemmy Kilmister.

Saturday 28 November 2015

Straight Edge


geekamaniacs.wordpress.com

Sejak 16 April 2015, muncul sebuah peraturan baru yang menyatakan larangan menjual minuman keras di sebuah mini market. Gue kurang tau pasti apakah masih ada beberapa mini market yang menjual minuman keras, atau nggak. Yang jelas, peraturan itu pasti menimbulkan pro dan kontra antara penikmat dan bukan penikmat. Lalu, apa itu Straight Edge? Dan apa hubungannya dengan minuman keras?

Straight Edge adalah sebuah pergerakan atau gaya hidup yang anti narkoba, rokok, minuman keras, seks bebas, dan hal-hal negatif lainnya yang dapat merusak. Straight Edge lahir di awal tahun 80-an dalam sub-kultur hardcore/punk. Sedangkan di Indonesia sendiri, muncul di awal tahun 90-an.

Para kaum Straight Edge biasanya menandai punggung tangan mereka dengan simbol 'X'. Berawal dari band Teen Idles yang akan manggung di sebuah club, lalu pihak club memberikan tanda 'X' itu di punggung tangan mereka yang berarti di bawah umur. Jadi, para pekerja club dilarang memberikan minuman keras kepada mereka yang memiliki simbol tersebut. Lalu seiring berjalannya waktu, simbol 'X' itu sendiri menjadi sebuah lambang atau logo untuk para kaum Straight Edge.

Gue sendiri tidak bisa disebut sebagai kaum Straight Edge karena gue adalah seorang perokok. Butuh waktu dan proses yang lama untuk benar-benar bisa berhenti merokok. Karena pada kenyataannya, berhenti merokok itu tidak mudah. Butuh suatu hal yang sangat kuat untuk bisa benar-benar berhenti dan terlepas dari itu. Lho, kok gue jadi curhat?

Oke. Balik lagi ke Straight Edge. Menurut gue, Straight Edge adalah sebuah gerakan yang sangat positif. Mereka berada di jalan yang benar, karena memang, narkoba, rokok, dan minuman keras itu bisa merusak tubuh kita. Kalau para penikmat ketiga hal tersebut kontra terhadap kaum Straight Edge, gue rasa mereka salah besar. Karena mereka berdiri di jalan yang salah, lalu tidak menyetujui sesuatu yang benar.

Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menghargai antar sesama. Tidak berlebihan dan tidak saling memojokkan satu sama lain. Perbedaan adalah hal yang biasa. Yang tidak biasa adalah menjadikan perbedaan sebagai alasan utama sebuah peperangan.

Tuesday 3 September 2013

Di Balik Lagu 'Wake Me Up When September Ends'

Postingan pertama di bulan September. Ya, lumayan lah gue bisa ngeblog dengan normal lagi. Gak kayak bulan kemaren.Gue jarang banget buat update postingan di blog gue. Kasian gue sama blog gue. Kayaknya hampa banget sama kayak hati gue.. *Kenapa jadi curhat gini!!?*

Oke, langsung aja deh ke inti dari yang pengen gue omongin. Jadi, gue baru tahu kalo ternyata, di balik lagu Wake Me Up When September Ends-nya Green Day ada sebuah cerita yang menyedihkan. Mungkin, gue emang telat banget tahu tentang ini. Tapi, gapapa lah. Siapa tahu aja ada yang telat juga kayak gue hehe. Yaudah deh, yuk disimak bareng-bareng! :D

Pageviews

bayupradhana. Powered by Blogger.

Followers